Harianmedia.com – Warga Aceh kembali digegerkan oleh persoalan batas wilayah yang menyentuh kedaulatan daerah. Kali ini, empat pulau yang selama ini dianggap sebagai milik Provinsi Aceh, tiba-tiba ditetapkan masuk ke dalam wilayah Provinsi Sumatra Utara oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Perubahan administratif ini menimbulkan kemarahan warga dan pemerintah Aceh karena dinilai tidak transparan serta mengabaikan sejarah dan kedaulatan wilayah. Artikel ini akan membahas secara tuntas sengketa batas wilayah 4 pulau Aceh yang kini menjadi isu nasional.
Daftar 4 Pulau yang Disengketakan
Nama-Nama Pulau yang Tiba-Tiba Masuk Wilayah Sumut
- Pulau Panjang
- Luas: ± 47,8 hektar
- Lokasi: Sekitar 2,3 km dari Tapanuli Tengah, Sumut
- Pulau Lipan
- Kecil, musiman muncul-tenggelam
- Dikenal oleh nelayan sebagai tempat berteduh
- Pulau Mangkir Gadang (Mangkir Besar)
- Luas: < 10 hektar
- Tidak berpenghuni
- Pulau Mangkir Ketek (Mangkir Kecil)
- Luas: < 10 hektar
- Kerap digunakan nelayan Aceh
Keempat pulau ini secara historis masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil, namun dalam keputusan terbaru, telah masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara.
Kronologi Sengketa Wilayah Aceh dan Sumut
Sejak 1956 hingga Tahun 2025
- 1956: Aceh memisahkan diri dari Sumut dan keempat pulau tersebut tercatat sebagai bagian Aceh.
- 2008: Perubahan data koordinat di Kemendagri menyebabkan penggeseran administrasi.
- 2020–2024: Tidak ada tindak lanjut jelas dari pemerintah pusat meskipun Aceh sudah melayangkan protes.
- April 2025: Kemendagri secara resmi menetapkan 4 pulau tersebut ke dalam wilayah Sumatra Utara melalui SK Kode Wilayah.
- Mei–Juni 2025: Pemerintah Aceh mengajukan “novum” atau bukti baru, menuntut pengembalian status pulau-pulau tersebut.
Mengapa Ini Menjadi Isu Serius?
Potensi Sumber Daya dan Sejarah Wilayah
Pulau-pulau tersebut berada di wilayah yang diyakini memiliki potensi minyak dan gas bumi (migas). Selain itu, masyarakat Aceh merasa kehilangan identitas sejarah dan budaya. Mereka menilai langkah Kemendagri sepihak, karena tidak melalui kajian akademik dan partisipasi publik.
anggapan dari Pemerintah Aceh dan DPR
Aksi Protes dan Tuntutan Pengembalian Wilayah
Pemerintah Aceh, melalui Gubernur dan Ketua DPR Aceh, menyampaikan protes keras ke Kemendagri dan Presiden. Mereka menegaskan bahwa keputusan tersebut melukai masyarakat Aceh dan meminta Presiden membatalkan SK Kemendagri tersebut.
“Ini bukan sekadar persoalan batas, tapi menyangkut sejarah dan identitas Aceh,” kata Ketua DPR Aceh.
Respons Sumatera Utara dan Pemerintah Pusat
Sumut Merespons dengan Sikap Hati-hati
Pemerintah Sumatera Utara mengklaim tidak ikut campur dalam keputusan Kemendagri. Mereka hanya menjalankan keputusan administratif yang berlaku. Namun, Gubernur Sumut mengatakan siap berdialog jika pemerintah pusat membuka ruang mediasi.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan meninjau kembali status empat pulau tersebut berdasarkan “kajian teknis dan historis” yang objektif. Ia berjanji akan mengambil keputusan dalam waktu dekat.
Aspek Hukum dan Tata Negara
Pendapat Pakar
Pakar hukum tata negara menyebut bahwa penetapan batas wilayah harus berdasarkan data hukum historis, peta topografi, dan partisipasi masyarakat. SK Kemendagri dapat digugat jika terbukti melanggar prosedur.
“Jika Aceh punya bukti bahwa pulau-pulau itu bagian dari sejarah wilayahnya, maka mereka bisa membawa ini ke Mahkamah Konstitusi,” ujar Prof. Indra Zikri, pakar hukum dari Universitas Syiah Kuala.
Dampak terhadap Masyarakat Lokal
Nelayan, Identitas, dan Ketidakpastian Hukum
Masyarakat nelayan di Aceh Singkil merasa kehilangan akses ke perairan tempat mereka biasa mencari ikan. Selain itu, terjadi kebingungan terkait perizinan, pemungutan pajak, hingga pelayanan publik.
“Kami tidak tahu lagi harus lapor ke mana. Dulu ke Aceh, sekarang katanya ke Sumut,” ujar Rasyid, nelayan setempat.
Upaya Penyelesaian dan Mediasi Nasional
Menanti Keputusan Presiden
Presiden Prabowo menginstruksikan pembentukan tim kajian gabungan dari Kemendagri, BIG (Badan Informasi Geospasial), dan perwakilan kedua provinsi. Tujuannya untuk memverifikasi kembali batas wilayah dengan pendekatan historis dan geografis.
“Saya akan mengambil keputusan terbaik untuk kepentingan rakyat dan kedaulatan NKRI,” kata Presiden Prabowo.
Harapan Publik
Sengketa 4 pulau antara Aceh dan Sumatera Utara bukan semata soal peta atau kode wilayah. Ini menyangkut harga diri, sejarah, dan hak rakyat atas tanah airnya. Diperlukan pendekatan dialog, transparansi, dan keadilan agar konflik ini tidak berkembang menjadi ketegangan sosial.
Warga Aceh menanti keputusan yang adil dari pemerintah pusat. Sementara itu, mari kita kawal isu ini agar tidak merugikan salah satu pihak.
(Harianmedia.com/ Siregar)