Potensi industri halal Indonesia sangat besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, berbagai hambatan masih ada, mulai sertifikasi halal yang rumit hingga dominasi impor. Karena itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang membuka Halal Indonesia Internasional Industry Expo 2025.
Dalam sambutannya, Agus menekankan besarnya konsumsi umat Muslim global di enam sektor syariah. Pada 2023, konsumsi mencapai 2,43 triliun dollar AS, dan akan melonjak pada 2028. Peluang besar ini harus dimanfaatkan Indonesia sebagai kekuatan produksi, bukan hanya pasar.
Potensi domestik juga sangat menjanjikan dengan konsumsi rumah tangga mencapai Rp 3.226,1 triliun. Jumlah penduduk Muslim Indonesia terbesar di dunia, 245,97 juta jiwa, menjadi kekuatan utama. Momentum ini harus diubah menjadi daya dorong industri halal global.
Berdasarkan laporan State of the Global Islamic Economy Report 2024/2025, posisi Indonesia membaik. Indonesia ada di peringkat ketiga dunia, di bawah Malaysia dan Arab Saudi. Namun, Indonesia mencatat kenaikan skor tertinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Kekuatan Sektor Halal Indonesia
Indonesia menonjol dalam tiga sektor penting yang berhubungan langsung dengan manufaktur. Modest fashion menempati peringkat pertama dunia, farmasi dan kosmetik halal di posisi kedua. Sementara itu, sektor makanan halal ada di posisi keempat.
Nilai konsumsi global makanan halal diprediksi naik signifikan pada 2028. Tren serupa terlihat pada sektor modest fashion, pariwisata ramah Muslim, dan media kreatif. Semua sektor menunjukkan pertumbuhan menjanjikan bagi perekonomian halal dunia.
Di dalam negeri, perkembangan industri halal terus meningkat dengan 140.944 perusahaan terdaftar. Sektor makanan halal mendominasi, diikuti industri minuman, farmasi, dan obat-obatan. Produk bersertifikat halal juga terus bertambah, menandakan kesadaran industri dan konsumen.
Investasi di sektor halal juga cukup besar pada periode 2023–2024. Nilainya mencapai 5,8 miliar dollar AS, dan Indonesia menerima 1,6 miliar dollar AS. Meski begitu, kinerja ekspor masih jauh tertinggal dibandingkan impor produk halal.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa pekerjaan rumah masih banyak untuk pemerintah dan industri. Kapasitas produksi dalam negeri harus diperkuat agar impor bisa ditekan. Momentum kebangkitan industri halal harus dikelola lebih serius.
Tantangan dan Langkah Strategis
Agus mengakui masih banyak tantangan besar yang perlu ditangani. Masalah bahan baku, sertifikasi halal, keterbatasan inovasi, dan regulasi jadi hambatan nyata. Lembaga pemeriksa halal juga masih terbatas pada beberapa sektor.
Karena itu, pemerintah menyusun kebijakan pengembangan industri halal berbasis lima fokus utama. Salah satunya adalah penguatan ekosistem halal dari hulu hingga hilir. Tujuan utamanya adalah membangun kekuatan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan inklusif.
Selain itu, perlu ada percepatan dalam penyediaan bahan baku untuk IKM dan UMKM. Ketua HKI menilai pembentukan satgas investasi dapat mempercepat realisasi investasi halal. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri bisa lebih cepat terwujud.
Harian Media “Portal Media Informasi Terpercaya”